Sabtu, 24 Oktober 2020

Proses vs Hasil


 Me-refer pada *Resume Kajian MQ Pagi* 5 September 2020 M  berjudul *Supaya Mudah Bersabar* dari KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) yang di akhir tausyahnya membahas Proses vs Hasil

 Ada yang bertanya, bagaimana cara kita senang dalam beramal atau sabar ketika menghadapi kesulitan? Itulah menu utama dari Proses, yaitu sabar. Bagi kita yang penting itu adalah proses, bukan hasil. Hasil itu Allah Ta'ala yang menentukan, tapi proses niat yang baik, ikhtiar yang maksimal, itu yang harus kita nikmati. "Hasil itu bonus, rezeki kita adalah proses. Orang yang sabar orientasinya menikmati proses, bukan menikmati hasil." , demikian Aa Gym. Proses memberikan kita ilmu dan pengalaman. Pengalaman baik ataupun buruk akan memperkaya kemampuan kita dalam berikhtiar. Dan yang penting sabar kita dalam menjalankan proses kita ini akan dicatat sebagai amal Sholeh.

 Hanya saja kebanyakan dari kita selalu melihat hasil daripada proses. Ibu paruh baya mencuri selop sosialita di rumah warga pada saat ada acara, ketahuan dan digebuki oleh massa. Hasilnya tewas mengenaskan sia sia di jalanan. Dicaci maki "dasar ibu tua gak insaf insaf maling sepatu..rasain..cuih..!" . Padahal mereka tidak tahu prosesnya adalah beliau dan 2 anaknya sudah tidak makan 3 hari dan akhirnya terdorong rasa lapar yang kuat mencuri selop ibu tamu untuk dijual ke loak sekedar membeli beras. Tidak ada yang peduli dengan rasa laparnya dan naluri keibuannya memberi makan bagi kedua anaknya. Mengenaskan.

Karyawan di eselon yang sama, bapak yang satu sederhana dengan mobil keluarga biasa, berpakaian wajar pasti lebih kurang pandangan penghormatan kawan dan relasinya, dibanding si bapak yang mentereng jas dan kemejanya lengkap dengan cincin berlian. Datang ke acara makan malam dengan mercy eksklusif ditemani istrinya yang glamour. Hasil penampilannya jelas terlihat beda. Tapi ternyata bapak yang satu berproses dengan sabar , menahan diri dan hidup hemat secukupnya, sedang bapak tajir berproses dengan korupsi, manipulasi, intimidasi dan "fee"kinisasi. Pokoknya semua melihat hasil bahwa bapak tajir ini sangat melintir suksesnya dan sempurna hidupnya. Semua orang mau jadi seperti dia. Lalu saat covid 19 melanda, bisnis shutdown dan semua kesenangan berubah, sang istri yang biasa hidup mewah mulai gelisah, tidak terima dengan berkurangnya standard kenikmatan hidup, lalu menggugat cerai suami miskin barunya. Itulah hasil dari tidak sabar terhadap proses.

Dari beberapa orang anak ada 1 anak yang paling gelisah proses hidupnya. Ekonominya naik turun, maunya kerja sendiri atau jadi pengusaha dibanding jadi karyawan yang aman tentram dengan kepastian gaji bulanan. Padahal idealisme itu adalah proses bathin yang kuat bahwa hidup harus memberi manfaat bagi banyak orang, bisa membuka lapangan kerja bagi beberapa keluarga, dibanding cuma aman nyaman hidup sendiri yang lain bukan urusan saya. Sampai 1 anak itu dipandang sebagai hasil anak gagal yang banyak hutangnya, padahal itu adalah proses dalam hidupnya yang berusaha sementara bertahan memenuhi kebutuhan hidup tanpa harus meminta orang tua dan adik adiknya. Sudah mahal mahal dikuliahkan tapi tidak diberi uang beli buku sehingga terpaksa fotocopy banyak sekali mengingat jaman tsb belum ada internet dan google untuk mencati referensi gratis dan kuliah harus punya buku, sekalipun hanya fotocopyan yang dibeli dengan cara berhutang. Belum lagi terpaksa  berhutang untuk bertahan hidup keluarga karena memang belum memiliki pekerjaan selepas diPHK semasa krisis ekonomi karena bantuan BLT orangtua yang diberikan setiap minggu sangat jauh dari kebutuhan standard minimal. Yang selalu disampaikan adalah..sudah disekolahkan paling tinggi tapi hutangnya juga paling banyak. Pokoknya berhutang...tidak mau tahu alasan kenapa dia berhutang. Paling merepotkan karena keluarga besar harus menanggung dampak dan keluar uang terus untuk menutupi hutang. Padahal si anak hanya berusaha bertahan kalau bisa tanpa harus merepotkan keluarga besar. Mungkin nanti dalam prosesnya dia masih sempat membereskan hutang hutangnya dari kekuatan sendiri. Tapi tidak semua sanggup sabar dalam menjalani proses panjang. Pandangan orangtua kepada anak berdasarkan pengamatan hasil bukan pendalaman proses. 

Proses juga butuh daya tahan dalam menghadapi beraneka macam ujian. Ujian hidup ini yang akan membentuk karakter pada seseorang dibanding mereka yang hidupnya cenderung stagnan dan nyaman. Mereka yang matang ditempa proses biasanya lebih sabar, rendah hati walaupun dihina oleh bahkan saudaranya sendiri, juga tidak mudah memandang sikap pada orang lain tanpa menganalisa prosesnya, sehingga ibu paruh baya yang di perayaan undangan tadi tidak jadi gugur kalau ketemu orang yang paham akan proses. Mungkin malah si ibu akan diberikan pekerjaan olehnya dan berproses untuk kesempatan hidup lebih baik selanjutnya. Sudut pandang beda maka hasil tindakannya juga akan beda. Proses membutuhkan daya tahan, tidak semua orang paham makna sebuah proses dan bisa tahan menjalani panjang dan lamanya sebuah proses sampai berhasil. Tapi hasil adalah upah, upah bisa instant seperti dagang, buka lapak pagi lalu sore nanti sudah ada uang. Karyawan mendapatkan hasil dengan terima gaji..Tapi ada juga pengusaha yang butuh bertahun tahun kembali modal sebelum mendapatkan hasil keuntungan, yang itulah dinamakan proses yang membawa hasil. 

Semua usaha harusnya bisa membawa hasil, terlepas memuaskan atau kurang memuaskan atau bahkan belum berhasil. Tapi dari setiap proses kita selalu dapat pelajaran. Apakah pelajaran baik atau pengalaman buruk yang tidak boleh diulang. Dalam hasil , buruk ya jelek dan sukses ya bagus. Tapi dalam proses, baik dan buruk sama berharganya. 

 

SEMANGAT SUKSES 

(Mirza A.Muthi)