Rabu, 01 September 2010

"STRATEGI SISTER BRANDING"

TANYA :"STRATEGI SISTER BRANDING"

( Diambil dari diskusi group MCers asuhan bapak Sukardi Arifin )
Dear Pak Sukardi,
Saya sangat setuju pendapat bapak, tetapi ada satu pertanyaan dari saya yang sampai saat ini masih mengganjal. Yaitu :

** Merk Djarum 76 & Djarum Coklat**
Di Jawa Tengah - Jawa Timur bermerk Djarum 76
Di Jawa Barat - DKI/Jabodetabek bermerk Djarum Coklat.
Padahal kalau dilihat :
- Dari specifikasi produk baik itu rasa maupun aroma sama saja.
- Pangsa pasar yang dituju juga tidak jauh berbeda [karena sama2 kretek]
- Harga juga dikisaran yang sama

Meski sama2 Djarum tetapi berbeda dari segi merk & penampilannya.Saya yang tinggal di Jawa Tengah agak susah menemukan rokok dengan merk Djarum Coklat di Jawa Barat pun sebaliknya kalau saya sedang berada di Jawa Barat mencari rokok merk Djarum 76 agak susah juga.Kalau yang satu dipasarkan di Kalimantan dan yang satunya di Sumatra mungkin masih masuk akal. Lha ini, sama2 di Pulau Jawa. Nyaris tidak ada kata perbatasan dalam distribusinya. .

Dalam teori marketing, 
- Bagaimana membaca/melihat strategi pemasaran seperti ini?
- Adakah faktor2 alasan yang menyebabkannya?
- Apakah keuntungan dan kerugiannya?

**mohon maaf jika sample yang saya kemukakan tidak valid**

Mohon pencerahan..

thanks,

Hans

JAWAB : 
Salam kenal Pak Hans

Maaf bukan saya hendak mengambil porsi Pak Sukardi Arifin untuk menjawab email bapak yang ditujukan kepada Bpk. Sukardi Arifin. Tapi ini sekedar berbagi opini mengenai pertanyaan bapak, mungkin betul tapi bisa juga salah. Kasus Djarum ini memang awalnya menggunakan brand “76” dibelakangnya. Saya tidak jelas apa maknanya, tapi di  Jawa Tengah angka “76” ini mungkin punya historical yang kuat dan tertanam di dalam  benak masyarakat Jawa Tengah terutama di sejarah awal pendiriannya pabrik rokok Djarum. Secara brand “Djarum 76” sudah sangat kuat mengakar di Jawa Tengah. Juga diketahui bahwa pabrik rokok Djarum ini sudah banyak memberi kontribusi terhadap peningkatan kemakmuran masyarakat Jawa Tengah khususnya Kota Kudus.
Tapi jika “76” ini dibawa ke Jawa Barat atau DKI, maka seakan kehilangan kesaktiannya. Tidak ada makna khususnya. Saya yakin manajemen Djarum sudah melakukan analisa sebelumnya atau mendapat pengalaman “kurang omzet” saat menjual Djarum 76 di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Karena itu dengan kemasan sama, spesifikasi sama, bahkan rasa aroma dan rasa yang sama untuk “target market yang sama” dibuat strategy “Sister Branding”. Produk yang identik dengan brand berbeda: Djarum Coklat dan Djarum 76.

Seperti Jamu yang erat dengan tradisi keraton, dimana putri putri Jawa terkenal kecantikannya karena rajin mengkonsumsi jamu. Sedangkan membangun tradisi ini bukan waktu yang sedikit, butuh bertahun tahun bahkan hitungan ratusan tahun yang lalu sehingga sudah menjadi mindset orang Jawa bahwa wanita cantik itu seperti puteri keraton. Itu adalah alasan hystorical yang "tidak masuk dalam mindset" orang di Kalimantan, Papua yang tidak punya sejarah kecantikan yang sama dengan Keraton Jawa. Sehingga Jamu kurang laku dijual di luar P.Jawa. Bahkan Pria Jawa yang jauh jauh datang ke Kalimantan untuk menemukan obat kuat pasak bumi karena menurut info "rajanya" pasak bumi ada di Kalimantan lengkap dengan magisnya. Padahal di P.Jawa juga ada, tapi rasanya kurang afdhol. 

Perhatikan, saya sependapat dengan bpk Sukardi Arifin bahwa di sini target marketnya berbeda, walaupun sama sama di Pulau Jawa. Masyarakat di Jawa Tengah yang soal rasa lebih suka yang gurih manis manis dibanding masyarakat Jawa Barat yang lebih suka sedikit pedas segar.  Mungkin bisa dicek apakah angka sales Djarum Coklat di Jawa Barat & DKI sebanding dengan angka sales Djarum 76 di Jawa Tengah? Strategi sister branding ( 1 product dengan 2 brand untuk 2 lokasi yang berbeda ini ) ini tentu saja dilakukan agar brand masing masing “memiliki tempat” di hati masing masing target pasarnya sehingga lebih mudah melakukan panetrasi pasar. Juga jika nanti produsen ingin sedikit membedakan spesifikasi antara Djarum 76 dan Djarum Coklat, misalnya menambah aroma khusus agar lebih sesuai dengan “rasa lokal” setempat, maka tidak akan terjadi kanibalisme karena keduanya masing masing sudah punya brand yang beda. Demikian opini saya.
SEMANGAT SUKSES ( Mirza A.Muthi )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar