Senin, 01 Agustus 2011

IBU KOTA MAU PINDAH BAGAIMANA PENDAPATNYA?

TANYA :"Ibu Kota mau pindah bagaimana pendapatnya?"


Salam sukses Pak Mirza

Ada wacana panas akhir akhir ini yaitu sedang dikaji akan pindahnya Ibu Kota Administratif dan pemerintahan Jakarta ke Kalimantan ( atau Palangkaraya, tepatnya ). Kira kira menurut pengamatan bapak apakah ada manfaatnya untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat, khususnya warga kota Palangkaraya? Terimakasih

Maria , Palangkaraya


JAWAB

Salam Sukses juga Ibu Maria

Mungkin DKI Jakarta sudah hampir melampaui daya tampung maksimalnya sehingga keseimbangan umum juga terganggu. Alam mencari keseimbangan baru dan itu tentu saja mengakibatkan pergeseran pada apa saja yang ada di atasnya. Kekuatan Daya dukung tanah rusak karena air tanah diambil terus, air laut masuk menginterupsi celah kosong dan kepadatan tanah menjadi labil. Beban mati secara umum lebih besar dari perhitungan karena banyaknya gedung gedung dan kendaraan yang cenderung diam karena macet. Efek beban menjadi berlipat karena perhitungan beban bergerak pada saat perancangan badan jalan berubah menjadi beban mati untuk waktu yang lama. Longsor bisa terjadi di dalam kota. Jika sesuatu beban sudah melebih daya tampungnya, maka saatnya pindah karena tidak bisa lagi dipaksakan walaupun dengan teknologi. Kekuatan Alam jauh lebih besar dari kekuatan teknologi manusia. Begitu juga kondisi terkini yang dialami kota metropolitan seperti Jakarta.

Syarat menjadi Ibu Kota Administratif dan pemerintahan, pertama tentu saja susunan Kabinet Eksekutif , Dewan Legislatif dan Yudikatif Pusat semua kumpul di satu kota. Tentunya perlu semua infrastruktur yang melengkapinya. Kalau kita bicara tata kota Prioritas sebaiknya mulai dari rumah tempat tinggal para pejabat ini sampai ke kawasan komplek kantor mereka bekerja, tentunya juga akses ke bandara harus sudah siap dengan standard VIP khas kenegaraan tentunya. Luasan zoning orang orang VIP ini tidak terlalu luas sekitar 10% luasan lahan Ibu Kota,  hanya posisinya strategic dan kalau bisa ada di garis lurus untuk memudahkan akses dan mempercepat waktu tempuh.

Dari infrastrukture jalan raya utama untuk kebutuhan kenegaraan ini baru dibuat “cabang cabangnya” yang menghubungkan pusat pusat aktifitas harian baik bisnis, administrasi, perdagangan warga kota tersebut, termasuk juga karyawan Negara sub ordinat dari para menteri dan anggota dewan.  Mulai dari perumahan rakyat, residential dan kawasan komersial lain, kawasan perkantoran dan industri, pasar rakyat. dll. Karena untuk kebutuhan ini dipakai oleh jauh lebih banyak orang dan sifatnya harian, maka luasan zoning ini paling besar, mungkin sampai 65% luasan ibu kota.

Untuk prioritas ketiga baru zoning untuk lokasi supporting seperti tempat belanja besar seperti Mall, kawasan rekreasi, olah raga, museum dan lain lain landmark. Zoning ini menggunakan 25% luasan lahan ibu kota. Maka sebetulnya jumlah Mall yang sedemikian banyaknya di Jakarta sudah sangat tidak ideal karena sudah menimbulkan titik titik konflik kemacetan yang terkunci di seluruh area kota, apalagi jika sudah weekend tiba. Setiap area punya daya tampung maksimal.

DKI Jakarta sebagaimana kita tahu adalah Kota Pusat Pemerintahan dan Pusat Bisnis. Mungkin hampir 50% uang beredar di Indonesia berpusat di DKI Jakarta, sisanya tersebar di kota kota lain di Indonesia. Tata kota DKI Jakarta yang terlanjur tidak ideal dengan azas kemudahan akses, efesiensi waktu dan manfaat ruang dan tidak bisa mengimbangi pesatnya pertumbuhan aspek aspek kebutuhan penduduk kota menjadi kendala bagi pelaksana Pemda DKI Jakarta mengatur ulang masalah, terutama kemacetan lalu lintas dan pertumbuhan peduduk di Ibu Kota. Tumpang tindih antara kesibukan adminstratif Negara dengan kesibukan bisnis kota Jakarta menjadikan situasi menjadi kurang nyaman seperti sekarang. Daya tariknya tentu saja walaupun DKI Jakarta macet seperti sekarang, tapi apa daya seluruh kemudahan akses bisnis, ekonomi, perdagangan, tranportasi antar daerah dan luar negeri semua yang paling modern, paling lengkap berpusat di Jakarta. Tidak ada kota lain di Indonesia yang punya fasilitas hidup, industri dan bisnis bahkan pariwisata sesempurna DKI Jakarta.

Pemilihan para ahli untuk kota Palangkaraya ini sebagai alternative tentu sudah memikirkan banyak hal. Seperti lokasi yang aman dari gempa, aman dari bencana alam lain dari arah lautan, aman dari kemungkinan gunung api aktif, ketersediaan sumber energi melimpah ( batu bara, gas bumi dan matahari ), lokasi strategic aman dari serangan langsung negara lain, juga tentunya masih tersedianya cukup luas daerah untuk di-redesign layout tata kotanya dan denah zoning peruntukannya jika akan distandardkan sebagai Ibu Kota Pemerintahan.  Dengan memisahkan antara kota ( misalnya di Palangkaraya ) sebagai fungsi Ibu Kota Pemerintahan dan DKI Jakarta sebagai Pusat kota bisnis itu akan menjadi solusi terutama bagi para pelaku pemerintahan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Akses mereka tidak lagi macet dan mudah mudahan lebih efektif dalam menjalankan pemerintahan karena tidak terlalu lelah di jalan. Tapi bagi pelaku bisnis di Jakarta sebetulnya tidak juga terlalu signifikan karena tidak ada yang berubah. Bisa lebih susah juga jika kebijakan tertentu yang VIP harus tetap diambil oleh pemerintahan Pusat dan time service level birokrasinya jadi lebih panjang dengan alasan harus ditangani oleh pejabat di Palangkaraya. Kendala jarak antar kota ini harusnya bisa diatasi dengan system jaringan on line agar lebih cepat tapi tetap hemat.     

Nah kaitannya dengan wacana apakah perpindahan Ibu Kota pemerintahan ini bisa membawa dampak positif bagi kemajuan kota Palangaraya, tentu saja sangat berpengaruh. Jika tidak ada Peraturan Tata Kota atau Perpu yang melarang sebuah kota administrative pemerintahan didampingi oleh fasilitas perumahan umum dan komersial, bisnis, perdagangan, rekreasi, dan kebutuhan supporting kota lainnya, maka bisa dipastikan Palangkaraya minimal dalam waktu 5 s/d 10 tahun setelah Ibu Kota pemerintahan pindah ke sana juga segera akan ditumbuhi perumahan perumahan baru, Mall mall baru, kawasan industri, perdagangan, pariwisata baru dan kesemuanya ini akan lebih menggerakan ekonomi penduduk kota Palangkaraya. Ibu Kota Pemerintahan dengan adanya Presiden dan seluruh anggota Kabinetnya, Dewan Legislatif yang cukup banyak anggotanya dan Dewan Yudikatif akan memberi gengsi dan daya tarik juga magnet tersendiri bagi sebuah kota. Apalagi dengan kenyataan bahwa sumbu pemerintahan tidak pernah bisa jauh dari sumbu pengusaha. Pertama para pengusaha pasti akan mengarah juga ke Palangkaraya untuk lebih dekat lobby dengan pemegang kebijakan bisnis. Lalu setelah mereka mendapatkan akses bisnis, mereka akan membangun kawasan kawasan fungsional baru dalam rangka mencari keuntungan dan peluang bisnis. Dari bisnis mereka akan tercipta lapangan kerja baru, memberikan pendapatan baru bagi masyarakat kota Palangkaraya. Secara teknis UMR juga pasti akan meningkat dan kesejahteraan , daya beli masyarakat kota Palangkaraya juga akan meningkat. Segala aspek kehidupan, mulai dari harga tanah, harga sembako, harga kehidupan sehari hari juga akan meningkat. Bagi para pelaku bisnis ini akan meningkatkan kesempatan naiknya omzet.

Yang perlu diantisipasi di awal agar tidak sampai terjadi kemacetan seperti Jakarta adalah tata kota Palangkaraya yang harus dirancang se-ideal mungkin. Kepatuhan pemanfaatan ruang kota pada zoning yang sudah ditetapkan, termasuk zona hijau untuk menyerap air hujan agar tidak terjadi banjir dan juga tersedianya area pengembangan pada setiap zoningnya untuk antisipasi pertumbuhan yang mungkin lebih cepat dari prediksi.   

Kecuali ada perda khusus Palangkaraya yang “melarang” kota Palangkaraya tumbuh sebagai kota bisnis dan hanya khusus sebagai kota administrative pemerintahan dan kebijakan, maka semua kejadian di atas sangat pasti akan terjadi. Jika ibu adalah warga kota Palangkaraya dan jika betul Ibu Kota Pemerintahan akan pindah kesana, maka selamat menikmati datangnya “hujan emas” dalam kehidupan keluarga warga kota Palangkaraya. SEMANGAT SUKSES ( Mirza A. Muthi )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar