Selasa, 01 Mei 2018

Jadilah Orang Baik Agar Panjang Rejeki



Tanya : 

Pak Mirza, saya pernah diberi kepercayaan mengelola sebuah cafe kecil. Milik seorang bapak yang buatkan cafe ini untuk anaknya. Secara keseluruhan cafe berjalan lancar, hanya pada suatu saat saya harus cuti agak panjang sekitar seminggu karena ibu sakit di daerah. Itupun saya sudah minta ijin cuti kepada anaknya. 
Tapi pada saat saya kembali, ternyata saya sudah dipecat. Sudah ada pengganti saya. Bahkan isyunya bahwa saya tidak pernah membuat laporan bulanan, ada kasbon yang tidak pernah dibayar, tamu tamu yang datang karena kerja anaknya, intinya keberadaan saya di cafe tsb tidak ada gunanya. Padahal semua itu tidak benar. Memang saya tidak pernah melapor langsung ke bapaknya sebagai pemilik usaha, tapi hanya ke anaknya saja yang memang ditempatkan di cafe urusan operasional.
Saya jadi seperti dicampakan begitu saja, tidak diperlakukan secara adil, bahkan nama baik saya jadi rusak, karena kabar tidak benar tsb tersebar juga kemana mana, mungkin dari karyawan yang dapat info tidak benar dari anak pemilik cafe.

Lalu bagaimana saya harus bersikap? Mohon pencerahannya.

Jawab:

Wah, ini betul betul persoalan klasik yang biasa dihadapi oleh pengelola sebuah bisnis dalam hal ini cafe dalam lingkup bisnis keluarga. Jangan khawatir, banyak pengelola lain juga menghadapi masalah ini. Dicurangi oleh anak atau keponakan atau saudara dari pemilik usaha itu sendiri, pada saat dia merasa pemilik (baca:orang tua) lebih percaya kepada orang lain (baca:pengelola) dibanding anak atau saudara sendiri. Anak juga manusia biasa, punya harga diri, punya ke'aku'an, punya rasa iri juga rendah diri, atau justru punya harga diri : kalau saja saya diberi kesempatan maka saya bisa buktikan kalau saya juga  mampu. 

Yang bahaya kalau motifnya semata hanya uang. Kalau seluruh keuntungan bisa saya dapat 100% buat apa saya bagi bagi kepada pengelola sebagai prosentase fee. Maka kecurangan bisa saja dia lakukan secara sistemik dan terencana dengan tujuan akhir menjatuhkan nama baik pengelola di hadapan pemilik, menggerus kepercayaan pemilik terhadap pengelola, bahkan jika mungkin membangun persepsi bahwa pengelola mulai melakukan beberapa kecurangan dalam bisnis. Pada akhirnya berakhir pada pemutusan hubungan kerja pengelolaan profesional dan seluruh kewenangan bisnis jatuh ke tangan anaknya.

Misalnya dengan tidak pernah melaporkan laporan bulanan yang sudah setiap bulan dibuat oleh pengelola, menambah dan mengurangi laporan keuangan yang sudah dibuat pengelola, menyalah sampaikan maksud dari kebijakan yang dibuat oleh pengelola dalam bisnis dan SDM, bahkan paling jahat bisa saja anak tsb menggunakan uang atas nama perusahaan padahal uangnya tidak digunakan untuk kepentingan bisnis. Tentu saja jika ayahnya menanyakan uangnya dipakai untuk apa, maka jawabannya atas instruksi pengelola. Bahayanya jika si bapak selama ini hanya menerima afirmasi dari si anak yang diberi kuasa kelola tapi tidak pernah mengkonfirmasi informasi tsb ke pengelola langsung. Akibatnya makin lama jelas saja pemilik usaha akan kehilangan kepercayaan kepada pengelola, sedangkan pihak pengelola jadi bingung sendiri kenapa sikap pemilik usaha makin hari makin negatif terhadap dirinya.

Kalau saja pemilik usaha mengkonfirmasi lebih dulu apakah semua informasi yang disampaikan oleh anaknya terkait kinerja pengelola di perusahaan benar adanya, maka mungkin tidak sampai pengelola diberhentikan tanpa diberi waktu untuk menjelaskan duduk permasalahannya. Misalnya apakah betul pengelola tidak pernah membuat laporan bulanan, apakah betul tanggal sekian ada pengambilan tunai dr kas untuk keperluan ini, dll berdasarkan informasi yang diterima pemilik sepihak dari anaknya, apakah betul selama ini tidak pernah ada pembagian hasil usaha, apakah betul jika selama ini klien atau konsumen hanya didapat dari hasil kerja si anak. Bahkan jika perlu konfrontasikan langsung antara pengelola dan anaknya untuk kebenarannya.

Memang ujung ujungnya pasti orangtua tidak akan menjatuhkan anaknya secara langsung di depan orang lain diluar keluarganya. Itulah salah satu sisi kurangnya bisnis keluarga, apalagi jika pemilik usahanya adalah orang yang kurang bijaksana, maka segala keputusan hanya diputuskan di lingkar anggota keluarga dan yang punya suara terbesar baik benar ataupun benar tapi dibengkokan sehingga menjadi salah..ya tetap di pihak keluarga. Salah mendapat informasi, maka pemilik usaha akan salah mengambil keputusan.

Kesalahan ini kadang baru bisa disesali setelah beberapa waktu kemudian, pada saat tabiat jelek anaknya mulai terbuka, pada saat kinerja usaha tidak jadi lebih baik dibanding pada saat ditangani oleh pengelola yang sudah dipecat, pada saat ternyata jumlah tamu tidak bertambah bahkan cenderung makin  berkurang. Bisnis secara keseluruhan kenyataannya  cenderung berjalan mundur, bukannya makin membaik. 

Ada dasarnya kenapa seseorang bisa disebut pengelola atau bahkan konsultan, karena memang seharusnya dia memiliki skill kompetensi terbukti di bidang pengelolaan, misalnya sudah berpengalaman minimal 5 tahun di operasional cafe. Maka ada saatnya walaupun hanya 6 bulan ikut harian  operasional, belajar langsung dengan mengamati, lalu si anak memproklamirkan diri: mudah saja ternyata mengelola cafe kalau hanya seperti ini, saya juga bisa sendiri tanpa harus ada pengelola dari pihak luar. Padahal "jiwa" dari usaha cafe tsb sama sekali belum dimiliki si Anak.

Akhirnya karena memang belum matang dengan asam garam bisnis begitu ditimpa 2-3x masalah bisnis sudah limbung dan menyerah. Dia jelas tidak akan terlalu masalah karena toh ini uang bapaknya juga. Sedrastis apalah tindakan seorang bapak kepada anaknya yang gagal mengembalikan investasi bisnis buat dia, yah paling sebatas kecewa, selesai. Setelah itu akan dilupakan bahkan dipersiapkan dana lagi untuk pindah ke usaha berikutnya. Mengulang kembali kesalahan yang sama.

Tapi kegagalan mengelola bisnis bagi seorang pengelola profesional bisa sangat mengganggu pikiran. Selain nama baik kompetensi jadi rusak juga tanggung jawab moril terhadap bisnis yang sudah dipercayakan ke dia. Jauh beda mindset usaha yang diserah kelolakan kepada seorang pengelola profesional dan kepada seorang anak. Tapi penting juga dipahami bahwa tidak semua anak pengusaha memiliki mindset dan attitude seperti diatas dalam memandang bisnis keluarga. Banyak juga anak pengusaha yang betul betul amanah dan cerdas juga bijaksana mengelola bisnis yang dipercayakan keluarga kepadanya. Kalaupun dia belajar dari seorang pengelola atau konsultan, maka akan dipelajari sedalam dalamnya sampai mendapat jiwa dari bisnis itu sendiri dan itu butuh waktu yang tidak sebentar dan dia bersabar untuj jalani prosesnya. Jadi mungkin ini kebetulan Anda sedang bernasib kurang baik,  mendapatkan bisnis dengan partner yang belum rejeki Anda saja.

Tidak ada yang bisa saya  sampaikan selain tetaplah menjadi orang baik dan profesional yang kompeten. Rejeki datang darimana saja. Satu pintu tertutup, maka pintu lain bisa saja terbuka. Anda masih punya waktu dan kesempatan untuk memulihkan nama baik Anda. Percayalah pada Alloh SWT bahwa pada akhirnya kebenaran akan terlihat dan tetap harum dan yang mencelakakan Anda akan kena  karmanya.


SEMANGAT SUKES

(Mirza A.Muthi)