Minggu, 01 September 2019

Memelihara Mitra Investor Franchise Agar Tidak Jadi Kompetitor


Ada pertanyaan klasik: Pernah saya pekerjakan karyawan, saya didik dari awal belum tahu apa apa sampai naik karirnya, lalu beberapa tahun kemudian tahu tahu dia pamit mundur keluar dari perusahaan dan diluar bikin usaha sendiri yang akhirnya jadi saingan kuat usaha saya. Apalagi kalau saya sudah bikin franchise, jangan sampai toko franchise saya nanti ownernya ajak karyawan pintar saya yang tadi dan bikin toko lain yang usahanya sama dan jadi kompetitor usaha franchise saya. Kenapa mereka meninggalkan saya?

Ini pertanyaan bagus. Tapi lebih bagus lagi bagaimana agar jawabannya positif, maka pertanyaannya dibuat positif juga? Bagaimana antisipasinya  agar karyawan bagus dan mitra franchisee bertahan kerjasama dengan saya? Sebenarnya itu hal yang alami dalam bisnis. Bisnis apapun , brand yang ke 2, ke 3, dst atau kita sebut sebagai follower biasanya lahir kebanyakan dari bisnis yang pertama/ pionir. Belajar dan ingin mendapatkan yang lebih baik lagi untuk masa depan adalah hal yang fitrah bagi manusia. 

Dalam Islam kita memang harus mengajarkan walaupun hanya 1 ayat. Atau menyebarkan ilmu walaupun sedikit. Dalam pandangan saya ilmu bukan hanya ilmu agama saja tapi juga ilmu ilmu terapan lain. Sepertinya kita harus legowo saja dan mungkin malah bersyukur karena ilmu yang kita berikan bisa bermanfaat luas bagi ybs. Jika dalam bisnis, mungkin secara perjanjian bisa saja kita buat "pasal jaga jaga", tapi secara hukum tidak akan  mudah mengikat kejadian kasus follower jadi kompetitor itu supaya tidak akan terjadi. Tapi bisa saja mungkin kita bisa menuntut pelakunya secara perdata jika kita merasa hal itu terjadi dan dianggap melanggar hak cipta. Tapi secara pemikiran umum masyarakat bisnis juga pasti merasa ini terlalu berlebihan karena tidak mungkin kita minta perusahaan bapak adalah satu satunya franchise bidang usaha toko ritel A  yang ada di Indonesia tanpa boleh ada franchise Toko Ritel sejenis produk toko/ outlet A lainnya di masa depan. 

Misal nanti kita punya mitra investor franchisee yang sudah ambil franchise toko ritel A selama 5 tahun. Tapi ternyata  di 2 tahun, dia merasa bisnis ini bagus dan merasa sudah bisa melanjutkan bisnis sejenis  tanpa support dari kantor pusat brand A. Misal dia berpikir supply produk bisa dia dapat dari grosir lain atau ada dari pemasok langsung yang bisa diusahakan. Dan operasional bisa dia tangani sendiri atau dia buat team intern sendiri. Lalu dia putuskan lepas dari kantor pusat A, bikin Brand sendiri untuk produk yang sejenis dengan produk brand A. Dalam banyak kasus di bisnis franchise itu sering sekali terjadi dan kantor pusat franchise nyatanya tidak bisa lakukan tuntutan apapun kepada mitra franchisee kecuali yang sudah tercantum di perjanjian franchise, sbb:

Kita bisa jatuhkan DENDA, misalnya ( bisa kita masukan di perjanjian ):
1. Bagi PIHAK KEDUA sebagai franchisee yang memutuskan kontrak perjanjian kerjasama franchise secara sepihak sebelum masa kontrak 5 tahun, maka wajib membayar denda senilai, misalnya Rp. 50.000.000 ( lima puluh juta rupiah ) kepada PIHAK PERTAMA sebagai franchisor
2.  Setelah putus kemitraan dengan PT.A, maka PIHAK KEDUA wajib melepas semua atribut menyangkut Merk dan Logo yang terkait eksistensi Toko juga system IT software kasir yang digunakan di Toko dalam waktu paling lama 1 minggu setelah kontrak putus
3. PIHAK KEDUA tidak diperkenankan untuk mengcopy, menggandakan seluruh Buku Buku Panduan Standarisasi Franchise brnd A untuk digunakan di bisnis lain sejenis setelah kontrak putus
Klausul Denda ini nanti bisa kita tambahkan di perjanjian franchise sebagai "pasal jaga jaga"

Itupun mungkin dari pihak franchisee bisa menyerang balik franchisor mengenai alasan dia keluar dari perjanjian, mungkin dengan menyebutkan jika selama ini manajemen tokonya yang merupakan franchisee tidak mendapat support selayaknya yang dijanjikan dalam perjanjian franchise. Maka hal ini bisa saja jadi proses perdebatan jika dipermasalahkan. Itu juga akan berisiko besar bagi pihak franchisor dan berpengaruh pada franchisee lainnya yang masih ada.

Maka dalam bisnis franchise penting sebaiknya kita membuat factor barier, tujuannya agar tidak mudah pihak lain baik dari luar ataupun dari anggota franchisee Anda sendiri masuk ke bisnis ini secara terpisah, menduplikat system kerja sebuah bisnis yang dia sudah jalani atau amati prosesnya dan melihat jika prospeknya  akan menarik. Semakin kompleks dia merasakan repotnya kalau harus mengikuti perusahaan pioner dan berisiko gagal akan lebih besar dibanding kemungkinan berhasil, maka semakin susah pihak lain mencoba menjadi follower bidang bisnis Anda dan semakin susah lahir kompetitor selevel di bisnis yang Anda sudah sangat berpengalaman, memiliki team kantor pusat yang piawai handal dan sudah punya brand yang dikenal luas dengan citra unggul. 

Sebagai sharing saya jelaskan apalagi bahwa jika produk Anda ini adalah produk yang mudah sekali untuk didapat supplynya dimanapun atau mudah diproduksi dengan kualitas yang hampir sama dengan produk benchmark, memang hal seperti yang bapak khawatirkan ini sangat mungkin terjadi. Tapi ada hal yang membuat mitra franchisee akan sangat menghargai pihak franchisor dan merasa bahwa franchisor punya peranan sangat penting dalam sukses bisnis toko franchisenya selama ini, mungkin bisa dipertimbangkan cara sbb:

1. System kerja dibuat semodern mungkin, maka saya sarankan dari awal untuk menggunakan software IT yang custom sebagai system software kasir dan pembukuan. Jika perlu system operasional dan customer relation juga menggunakan software custom khas produk A. System kasir dan service operasional yang kita custom dengan fitur fitur khusus khas dari PT. A ini yang akan membuat toko franchise A punya ciri khusus dan memberi kemudahan kepada franchisee sekaligus memberi sinyal kepada mitra yang ingin putus bahwa tidak mudah membangun system seperti ini jika nanti putus kontrak. Jika takut justru nanti dari karyawan sendiri yang akan mengajak investor membuat bisnis yang sama, maka kita buat kontrak eksklusif dengan vendor IT tsb untuk tidak membuat aplikasi sejenis untuk klien lain di bidang usaha yang sama. Membuat perjanjian legal B to B lebih efektif dibanding perjanjian B to personal, karena setiap perusahaan punya identitas legal yang jelas dibanding pribadi yang tidak terikat hukum usaha. 

2. Perhatian yang intensif dan tulus. Strategi yang cerdas atas masalah yang terjadi di toko/ outlet sebagai opsi solusi yang disarankan kantor pusat. Selama masa kontrak franchise berjalan, kantor PT.A sebagai kantor pusat/ franchisor harus betul betul memberikan arahan teknis nyata kepada manajemen toko. Training rutin, coaching rutin, komunikasi via WA group untuk bantu memecahkan masalah toko, email strategi marketing selain Buku Standarisasi yang sudah disampaikan. Ini menyangkut karma baik. Jika kita berikan perhatian yang sungguh sungguh dan mitra franchisee merasa Tokonya sukses karena bantuan arahan, ide cerdas dan support moril dari franchisor, maka biasanya mereka akan enggan berpikir untuk lepas dari franchisor. Bahkan seteah 5 tahun mereka cenderung akan memperpanjang kontraknya dan bahkan tidak akan segan mereferensikan bisnis franchise brand A ini ke rekan investor lainnya. 
    
Juga misalnya bapak menggunakan biro konsultan/ mentor dalam membuka perusahaan franchise, bapak bisa minta kesepakatan/ perjanjian dengan biro konsultan/ mentor tsb bahwa konsultan tidak akan membantu klien lain untuk membuka konsep franchise yang sama/ sejenis dengan produk franchise PT.A.  Saya sendiri merasa membuat perjanjian dengan biro konsultan akan lebih mudah dan lebih memungkinkan dibanding mengikat karyawan atau klien franchisee. 

Yang terpenting saya pikir, bapak harus berusaha membangun perhatian yang layak proporsional dengan skill karyawan berpotensi, iklim kerja yang menyenangkan bagi karyawan dan iklim kerja yang menguntungkan untuk mitra franchisee yang menciptakan persepsi bahwa kalau saya keluar dari franchise brand A  atau lepas kemitraan dari PT.A, belum tentu saya bisa buat suasana iklim kerja dan iklim usaha seperti di brand A biarpun secara teknis saya sudah paham semua prosesnya. Justru pembedanya bukan pada produk lagi, tapi lebih di hal hal yang tidak bisa dibeli seperti perhatian, kecepatan respond, kecerdasan memberi opsi solusi, skill mentraining atau membimbing SDM toko/ outlet. Itu adalah hal hal intangible yang susah diusahakan sendiri atau dibeli di luaran, atau paling tidak itu butuh proses dan upaya keras untuk bisa sampai level seperti itu. Selama itu dirasakan masih yang terbaik sudah bisa didapat dari kantor pusat saat ini dan lebih baik menjaga daripada melepaskan lalu membuat baru lagi dari awal bahkan belun tentu berhasil. Maka itu akan menjaga karyawan potensial atau investor franchisee tetap bersama Anda dalam jangka panjang harusnya jadi salah satu prioritas kerja perusahaan. 


SEMANGAT SUKSES 
(Mirza A.Muthi)